Ciri Khas Mazhab As-Salaf (1)

Selasa, 20 September 2011

Penulis : Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri

Berikut adalah terjemah lengkap dari transkrip muhadharah pertama Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri di Jogja bulan Agustus kemarin (tahun 2008).
Temanya seputar ciri khas manhaj As-Salaf. Kami sarankan kepada setiap yang menghendaki kebaikan untk membaca dan memahami isinya dengan seksama, karena di dalamnya terdapat banyak sekali faidah manhajiah yang bisa meluruskan akidah dan manhaj seseorang, baik ketika dia bermuamalah dengan dirinya, dengan orang yang semanhaj dengannya dan dengan orang yang bertentangan dengannya. Kalimat dalam kurung ‘[]‘ adalah tambahan dari kami, semacam judul agar pembaca bisa memahami dengan baik setiap ucapan dari Asy-Syaikh hafizhahullah. Selamat membaca …

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sesungguhnya segala pujian hanya untuk Allah. Kami memuji kepada-Nya, meminta pertolongan hanya kepada-Nya dan meminta ampunan hanya kepada-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan jiwa-jiwa kita dan kejelekan amalan-amalan kita.
Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah, niscaya tidak ada yang sanggup menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang mampu memberi hidayah kepadanya. Saya bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati kecuali dalam keadaan muslim”. (QS. Ali Imran: 102)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan isterinya; dan Allah memperkembangbiakkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kalian”. (QS. An-Nisa`: 1)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS. Al-Ahzab: 70-71)
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah firman Allah dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad -Shallallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan. Karena sesungguhnya semua yang diada-adakan itu adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah kesesatan. Sedangkan semua kesesatan berada dalam Neraka, amma ba’du:

[Pendahuluan]
Sesungguhnya seorang muslim dan mukmin ketika dia memperhatikan keadaan kaum muslimin pada zaman-zaman ini, niscaya dia akan melihat perselisihan yang sangat sengit di antara kaum muslimin, dia akan melihat banyak sekte yang beraneka ragam, serta kelompok-kelompok yang banyak dimana setiap kelompok berbangga dengan apa yang ada pada diri mereka. Apakah jalan untuk selamat dari kelompok-kelompok ini dan apakah jalan untuk lepas dari berbagai manhaj yang menyimpang ini, yang telah menyesatkan manusia serta menjauhkan mereka dari jalan Nabi r dan dari berpegang teguh kepada manhaj as-salaf as-saleh?
Sesungguhnya jalan untuk selamat dari mazhab-mazhab dan kelompok-kelompok ini adalah dengan berpegang teguh dengan apa yang Nabi r dan para sahabat beliau berada di atasnya. Karenanya, Nabi kita r bersabda -sebagaimana dalam hadits Muawiah t- bahwa orang-orang Yahudi telah berpecah belah menjadi 71 sekte, semuanya di dalam neraka kecuali satu. Nashrani juga telah terpecah belah menjadi 72 sekte, semuanya di dalam neraka kecuali satu. Dan umat ini -yakni umat Nabi r, dimana kita termasuk di dalamnya- akan terpecah menjadi 73 sekte, semuanya di dalam neraka kecuali satu. Beliau ditanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Para sahabat bertanya kepada beliau karena mereka sangat bersemangat untuk mengetahui kebaikan, semangat dalam mengetahui jalan yang benar, semangat untuk menjauhi semua sebab yang bisa menjatuhkan mereka ke dalam neraka Jahannam serta semua sebab kesesatan, kebinasaan dan kerugian. Maka Nabi r menjawab, “Mereka adalah al-jamaah,” dalam sebagian riwayat, “Siapa yang berada di atas jalan yang saat ini saya dan para sahabatku berjalan di atasnya.”
Kalau begitu inilah al-firqah an-najiah, inilah ath-thaifah al-manshurah dan inilah kelompok yang dijamin keselamatannya oleh Nabi r. Perhatikanlah perbandingan jumlah antara para pengikut kebinasaan dan kerugian dengan jumlah para pengikut kebaikan dan keberuntungan, 72 kelompok berbanding satu kelompok yang selamat. Karenanya para ulama mengatakan: Sesungguhnya keberadaan ahlus sunnah atau pengikut kebenaran di dalam kaum muslimin sebagaimana keberadaan kaum muslimin di dalam agama-agama yang kafir, yang bertentangan dengan Islam lagi tidak beriman kepada Allah. Jumlah ahlussunnah as-salafiyun sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah seluruh kaum muslimin, sebagaimana jumlah kaum muslimin yang berada di atas Islam yang benar, sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pemeluk agama-agama lainnya yang kafir. Sebagaimana yang Nabi r kabarkan, bahwa jumlah mereka (kaum muslimin) seperti bulu yang putih pada sapi yang hitam atau seperti bulu yang hitam pada sapi yang putih. Jumlah yang sedikit ini seharusnya menjadikan kita takut, jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang binasa. Ketakutan yang luar biasa jangan sampai kita termasuk di dalamnya, di dalam kelompok-kelompok sesat, yang Nabi r telah mengancam mereka dan beliau mengabarkan bahwa mereka akan menjadi penghuni neraka.

[Perhatian Nabi r dan para ulama setelah beliau akan permasalahan ini]
Kemudian, kelompok yang selamat dan kelompok yang tertolong ini, Nabi r tidak mengabarkan adanya begitu saja tanpa menyebutkan tanda-tandanya, dan para salaf as-saleh juga tidak membiarkannya tanpa menjelaskan nama-namanya, sifat-sifatnya dan ciri khasnya. Semua hal itu telah dijelaskan oleh para sahabat, telah dijelaskan dalam sunnah Nabi r, dan juga datang penyebutannya dalam Al-Qur`an serta dari para salaf saleh yang hidup di abad pertama dan yang telah lampau. Mereka semua menjelaskan mengenai firqah an-najiah ini, mereka menjelaskan ciri khas firqah an-najiah dan ath-taifah al-manshurah ini, yang merupakan jalan keselamatan. Barangsiapa yang berpegang teguh kepadanya dan masuk ke dalamnya maka dia termasuk ke dalam orang-orang yang beruntung.
Karenanya pada pembahasan kali ini, kita akan berbicara mengenai sebagian dari ciri khas salafiyun, ahlussunnah wal-jama’ah, ahlil hadits, ath-thaifah al-manshurah, al-firqah an-najiah. Semua nama ini adalah penamaan untuk satu kelompok, yaitu siapa saja yang mengikuti Nabi r dengan sebenar-benarnya, yang berpegang teguh dengan Al-Kitab dan sunnah Nabi r sesuai dengan pemahaman para salaf as-saleh. Ciri-ciri inilah yang akan kita jelaskan, dengan izin Allah Ta’ala.
Kemudian wahai saudaraku di jalan Allah, ketahuilah bahwa manhaj salaf mempunyai ciri-ciri yang penjelasannya diterangkan dalam kitabullah dan dalam sunnah Nabi r. Juga telah dijelaskan oleh para sahabat dan tabiin yang hidup di abad pertama, serta para ulama yang terdahulu dan belakangan. Mereka semua menjelaskan tanda-tanda ini serta menerangkan ciri-ciri ini, agar manusia bisa berpegang teguh dengan manhaj salaf yang merupakan jalan keselamatan dan keberuntungan di dunia dan akhirat. Para ulama telah menulis banyak karangan dalam permasalahan ini, mereka mengarang banyak karangan berkenaan dengannya. Al-Imam As-Sam’ani mempunyai sebuah kitab yang agung dalam masalah ushul ahlussunnah wal jamaah, di dalamnya beliau menyebutkan sejumlah ciri yang sangat penting di antara ciri-ciri mereka (ahlissunnah). Kitab ini termasuk kitab yang tidak ditemukan keberadaannya, akan tetapi ciri-ciri yang tersebut dalam kitab ini telah dihimpun dan dijelaskan oleh Al-Allamah Ibnul Qayyim dalam kitabnya yang agung yang berjudul Ash-Shawa’iq Al-Mursalah. Kemudian kitab (Ibnul Qayyim) ini diringkas lagi oleh Al-Maushili dengan judul Mukhtashar Ash-Shawa’iq Al-Mursalah. Al-Imam As-Sam’ani -rahimahullah- telah menguraikan ciri-ciri ini, kemudian hal itu dipermantap lagi oleh Ibnul Qayyim, dan para imam -rahimahumullah- senantiasa menganjurkan untuk kembali merujuk kepadanya dalam permasalahan ini.

[Ciri pertama]
Ciri yang pertama: Ahlussunnah atau pengikut manhaj as-salaf selalu komitmen dalam mengikuti al-kitab dan komitmen dalam mengikuti sunnah Nabi r.
Mereka bersikap berdasarkan keduanya, membatasi diri (dalam berbuat) dengan keduanya dan tidak meninggalkan keduanya ataupun melampaui batas dari keduanya. Mereka tidak menyimpang ke kanan dan ke kiri bersama jalan-jalan yang beraneka ragam itu yang merupakan jalan-jalan setan. Mereka berpegang teguh kepada Al-Kitab, Sunnah Nabi r di atas sesuatu yang putih, di atas jalan yang lurus lagi jelas, tidak ada di dalamnya kekelaman, tidak pula kegelapan. Bahkan dia sangat jelas seperti sesuatu yang putih, yang malamnya sama seperti siangnya, sebagaimana yang disifatkan oleh Nabi r.

[Syarh hadits Irbadh bin Sariah]
Nabi kita r bersabda di dalam hadits Al-Irbadh bin Sariah -dan ini adalah hadits yang sangat agung-, Irbadh t berkata, “Nabi r memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang sangat mendalam. Karenanya hati-hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami berkata, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah wasiat perpisahan, maka berikanlah wasiat kepada kami.” -Sahabat ini mengatakan bahwa nasehat yang engkau berikan kepada kami ini wahai Rasulullah, bagaikan nasehat dari keluar dari seseorang yang tengah mengucapkan selamat tinggal kepada kaumnya karena dia akan pergi ke negeri akhirat (meninggal). Bagaimanakah keadaan seseorang yang mengucapkan selamat tinggal kepada kaumnya, dengan apakah dia berwasiat kepada mereka? Tidak diragukan lagi pasti dia akan berwasiat kepada mereka dengan perkara-perkara yang paling penting, masalah-masalah penting yang padanya terdapat keberuntungan dan keselamatan mereka. Beliau r menjawab, “Saya berwasiat kepada kalian dengan ketakwaan kepada Allah, tetap mendengar dan taat walaupun yang memerintahkan kalian adalah seorang budak habasyi. Sesungguhnya siapa di antara kalian yang hidup setelahku, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak.” Perselisihan inilah yang sedang kita bahas, inilah yang tengah kita lihat dengan mata-mata kepala kita, kita hidup pada kenyataan kita seperti itu, jalan-jalan yang beraneka ragam, metode-metode setan yang sangat banyak. Akan tetapi jalan dan metode yang benar tetap satu, tidak ada kebengkokan di dalamnya, tidak ada kekelaman, kegelapan dan yang semcamnya. Beliau bersabda selanjutnya, “Maka wajib atas kalian untuk mengikuti sunnahku,” inilah jalan keselamatan, “dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk lagi di atas hidayah. Gigitlah ia dengan gigi geraham kalian,” yakni:gigitlah ia dengan gigi kalian yang paling dalam. Ini adalah dalil dan ungkapan yang menunjukkan kuatnya tamassuk kepada sunnah Nabi r. Karena seseorang terkadang memegang sesuatu dengan tangannya, atau dengan tangannya yang lain atau dengan kakinya. Akan tetapi tatkala dia menahannya dengan gigi geraham, yakni dia sudah memegangnya dengan kedua tangannya, menahannya dengan semua bagian tubuhnya, merangkulnya kepadanya dan menggigitnya dengan gigi gerahamnya, ini semua dilakukan oleh orang yang mengikuti sunnah Nabi r. Kemudian beliau r mentahdzir dari jalan-jalan bid’ah, memperingatkan dari bid’ah, “Waspadalah kalian dari semua perkara yang di ada-adakan, karena semua yang diada-adakan adalah bid’ah, semua bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan berada di dalam neraka.” Sebagai kebalikan dari beliau memotifasi agar mengikuti sunnah Nabi r, tamassuk dengannya dan sunnah para salaf as-saleh dari kalangan khulafa ar-rasyidin, menyuruh untuk menggigitnya dengan gigi geraham, sebagai kebalikannya beliau juga mentahdzir dari perkara-perkara yang bertentangan dengan sunnah ini dan bertolak belakang dengan sunnah ini, yaitu perbuatan bid’ah, mengada-adakan, jalan-jalan yang diada-adakan. Beliau memperingatkan darinya dengan sabdanya, “Waspadalah kalian dari semua perkara yang diada-adakan,” kemudian beliau bersabda, “semua yang diada-adakan adalah bid’ah,” tidak ada di dalam agama bid’ah hasanah (baik) dan tidak pula bid’ah sayy`iah (jelek), bahkan semua bid’ah adalah kejelekan, semuanya adalah kesesatan. Kata ‘kullu’ (semua) bermakna umum yang mencakup semua perkara yang diada-adakan, karena semua yang diada-adakan adalah bid’ah dan kesesatan. Nabi kita r juga mengabarkan kepada kita sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Rasulullah r menggaris di hadapan kami sebuah garis yang lurus, kemudian beliau membuat garis-garis yang bengkok di sisi kanan dan kiri garis lurus tersebut. Kemudian beliau bersabda, “Garis yang lurus ini adalah jalan Allah yang lurus –inilah jalannya salaf as-saleh, inilah manhaj as-salaf, yang berjalan di atas jalan yang lurus-, adapun jalan-jalan yang menyimpang ke kanan dan ke kiri, maka pada setiap jalan darinya ada setan yang menyeru kepadanya,” inilah kelmpok-kelompok, padanya ada setan-setan dari kalangan jin dan manusia, dia mengajak manusia, mengajak ahlussunnah, mengajak kaum muslimin untuk terjun ke dalam kelompok-kelompok ini, ke dalam jalan-jalan bid’ah buatan setan ini, sampai mereka semua sesat dan binasa. Nabi kita r juga bersabda, “Barangsiapa yang benci kepada sunnahku maka bukan termasuk dariku.” Semua dalil dan hadits ini menunjukkan ciri khas yang agung ini, yang ahlussunnah wal jamaah berbeda dari selainnya, yaitu mengikuti al-kitab, mengikuti as-sunnah sesuai dengan pemahaman para salaf as-saleh. Mereka bukanlah kaum yang hanya berpegang kepada Al-Qur`an lalu meninggalkan sunnah, sebagaimana yang dilakukan oleh sekte Al-Qur`aniyun, mereka tidak mengambil akal dan meninggalkan Al-kitab dan As-sunnah, sebagaimana yang dilakukan oleh al-aqlaniyun, tidak juga mengambil sunnah lalu membatalkan Al-Qur`an. Bahkan mereka mengambil dan memadukan antara Al-Qur`an dan sunnah Nabi r. Maka orang yang mengikuti Al-Qur`an, wajib atasnya untuk mengikuti sunnah Nabi r. Allah -Azza wa Jalla- telah berfirman dalam ayat yang agung, yang para ulama menamakannya dengan nama ayat mihnah, karena ayat ini menguji manusia dan menyaringnya, apakah dia jujur dalam mengikuti Al-Qur`an dalam mengikuti Rabbnya ataukah dia tidak jujur di dalamnya, “Katakanlah kalau kalian mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian.”
Maka orang yang jujur dalam kecintaannya kepada Allah maka wajib atasnya untuk mengikuti Nabi-Nya r, yang Allah utus kepada manusia sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan. Inilah ciri khas yang pertama lagi agung yang dengannya ahlussunnah wal jamaah dan manhaj salafy berbeda dari yang lainnnya.

[Ciri kedua]
Di antara ciri khas ahlussunnah wal jamaah as-salafy, adalah apa yang As-Sam’ani -rahimahullah- sebutkan, yaitu satunya mereka dalam akidah walaupun tempat tinggal mereka berjauhan. Engkau melihat mereka dalam masalah akidah di atas satu metode, di atas jalan yang satu. Mereka menyebutkan akidah mereka, yang satunya tinggal di timur, yang lainnya tinggal di barat, yang satunya tinggal di Jazirah, di Yaman, di Syam, kamu akan menjumpai mereka di atas satu akidah dan di atas jalan yang sama. Ini termasuk dari ciri khas terbesar ahlussunnah wal jamaah, termasuk dari ciri khas terbesar para pengikut manhaj yang benar, pengikut manhaj as-salafay. Kamu menjumpai mereka di atas satu jalan, walaupun tempat tinggal mereka berjauhan. Salafy yang ada di Indonesia sama persis dengan salafy yang ada di negeri Hijaz, sama dengan salafy yang ada di Najd, sama dengan salafy yang ada di Yaman, sama dengan salafy yang ada di Syam. Mereka semua, kenapa akidah mereka bisa sama? kenapa keyakinan mereka bisa satu? Karena mereka berjalan di atas satu jalan. Orang yang berjalan di atas Al-Kitab dan berjalan di atas sunnah Nabi r sesuai dengan pemahaman salaf as-saleh, akan menjumpai bahwa ahlussunnah berada di atas satu jalan, dan di atas metode yang sama walaupun tempat tinggal mereka berjauhan. Karenanya beliau (As-Sam’ani) -rahimahullah- berkata, “Di antara dalil yang menunjukkan ahli hadits berada di atas kebenaran, adalah kalau kalian menelaah kitab-kitab karangan mereka dari yang pertama sampai yang terakhir, yang terdahulu dan yang belakangan -yakni yang hidup di zman terdahulu dan yang belakangan- kamu akan mendapati mereka dalam masalah akidah -bersamaan dengan berbedanya negeri-negeri mereka dan zaman kehidupan mereka dan berjauhannya rumah-rumah mereka dan setiap dari mereka bertempat tinggal di daerah sendiri-, mereka berada di atas metode yang sama, di atas cara yang sama, mereka semua berjalan di atas satu jalan dan mereka tidak menyimpang darinya, hati-hati mereka tidak keluar dalam masalah itu darinya. Hati-hati mereka bagaikan hati satu orang, penukilan-penukilan mereka juga sama, kamu tidak mendapati adanya perselisihan dan tidak pula perpecahan dalam masalah apapun walaupun sedikit. Bahkan kalau kamu mengumpulkan semua yang diriwayatkan dari lisan-lisan mereka dan apa yang mereka nukil dari para pendahulu mereka, niscaya kamu akan mendapatinya seakan-akan dia berasal dari hati yang sama, keluar dari lidah yang sama. Maka apakah ada dalil yang menunjukkan akan kebenaran yang lebih jelas daripada ini?!”
Maka ini adalah tanda yang besar dan dalil yang jelas yang menunjukkan bahwa manhaj salaf adalah manhaj yang benar. Karena para pengikut manhaj ini -walaupun daerah mereka berjauhan dan zamannya tidak sama-, kamu menemukan mereka di atas metode yang sama dalam masalahg akidah. Lihatlah misalnya pada apa yang dibawakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani -rahimahullah- dan akidah yang dia sebutkan dari mereka (ulama salaf), kemudian lihat juga yang dibawakan oleh Samahah Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- berupa perkara akidah, demikian oula syaikh Ibnu Utrsaimin -rahimahullah- dalam masalah akidah, lihat juga di hijaz, Asy-Syaikjh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -hafizhahullah-, lihat juga di selatan, Syaikh Ahmad An-Najmi -rahimahullah- dan demikian seterunya. Hitunglah semua ulama, niscaya kamu akan mendapati mereka berada di atas akidah ahlussunnah wal jamaah dan apa yang mereka sebutkan berupa akidah dan manhaj salaf, seakan-akan mereka di atas satu jalan. Kenapa? Karena mereka semua mengambil kidah mereka dari sumnber yang sama dari mata air yang sama, yang jernih, tidak ada kekeruhan dan kekelaman padanya, mata air ini adalah kitabullah, sunnah Nabi r sesuai dengan pehamaman salaf as-saleh

[Keadaan ahli bid’ah dan ahwa dalam masalah ini]
Adapun kalau kamu melihat kepada ahli ahwa dan ahli bid’ah maka kamu akan melihat mereka saling menyerang antara satu sama lain, saling memusuhi antara satu dengan yang lainnya, mengkafirkan antara satu dengan yang lainnya, sehingga setiap sekte dari mereka mengkafirkan sekte lainnya, mentahdzir dari sekte yang lainnya, tanpa berlandaskan dengan dalil bahkan hanya berdasarkan hawa nafsu, dengan fanatisme, hizbiyah, sehingga sekte ini menyerang sekte ini dan seterusnya. Hal ini sudah berlangsung sejak dahulu, dimana ahlul ahzab dan ahwa saling berperang di antara mereka. Al-Muktazilah mengkafirkan Al-Asy’ariah, mentahdzir mereka dan mereka mengarang kitab-kitab untuk membantah mereka. Al-Asy’ariah juga mengarang kitab-kitab untuk membantah Muktazilah, dan demikian pula yang terjadi antara Al-Karramiah dan Al-Asy’ariah di Khurasan yang menyebabkan terbunuhnya banyak dari kalangan kaum muslimin. Demikian pula lihatlah berbagai kerusakan yang ditimbulkan oleh Ar-Rafidhah, Ikhwanul Muslimin, dan dari selain mereka, serta dari Khawarij dan Takfiriyun. Semua ini menunjukkan bahwa mereka semua adalah pelaku kebatilan dan bahwa mereka adalah pengikut hawa, dan bahwa mereka adalah ahlu bid’ah dan kesesatan. Para ulama menyebutkan tentang kisah dua orang khawarij, lihatlah bagaimana hawa nafsu menyeret mereka, bagaimana bid’ah merusak pelakunya. Kedua orang khawarij ini tengah melakukan tawaf di sekitar Ka’bah, lalu salah seorang di antara mereka berkata kepada yang lainnya, “Wahai fulan, bagaimana pendapatmu tentang mereka yang berada di tanah haram Allah, yang tawaf bersama kita di rumah Allah, tidak ada seorang pun di antara mereka yang muslim kecuali saya dan kamu.” Dia berkata kepada temannya, “Tidak ada seorang pun di tanah haram ini yang muslim kecuali saya dan kamu,” kenapa dia berkata seperti itu? Karena mereka mengkafirkan kaum muslimin, khawarij. Maka temannya yang juga khawarij ini berkata dan dia merasa keberatan dengan ucapan temannya -seakan-akan dia kembali kepada akalnya-, “Surga yang luasnya seluas langit-langit dan bumi, tidak diperuntukkan kecuali saya dan kamu? Saya berlepas diri dari mazhabmu,” sehingga dia pun berlepas diri darinya dan meninggalkan temannya. Akan tetapi lihatlah bagaimana ahli ahwa saling mengkafirkan antara satu dengan yang lainnya, mentahdzir antara satu dengan yang lainnya dengan kebatilan. Adapun ahlussunnah maka kamu akan mendapati mereka dalam masalah akidah di atas satu jalan dan di atas satu hati dan seakan-akan mereka adalah satu tubuh yang berbicara, seakan-akan satu orang yang berucap. Maka ini adalah salah satu di antara ciri-ciri manhaj salaf dan ciri yang besar yang sepantasnya untuk diingatkan dan diperhatikan.

[Ciri ketiga]
Juga di antara ciri dari manhaj salaf bahwa mereka saling bersatu di antara mereka, bersepakat di antara sesame mereka, tidak ada perpecahan di antara mereka, tidak ada pertentangan di antara mereka karena mereka mengambil agama ini dari jalan yang sama. Maka pasti pada manhaj salaf dan yang mengikuti manhaj salaf sudah seharusnya dan sepantasnya mereka saling merahmati di antara mereka, berlemah lembut di antara mereka, jangan sampai terjadi di antara mereka perselisihan hanya karena sebab yang sepele dan karena perkara duniawi. Kemudian perkara dunia ini akan disangkutpautkan dengan masalah mahaj, sehingga terjadilah saling mentahdzir di antara mereka, terjadilah pertentangan dan perpecahan di antara para ustadz, di antara ikhwah, di antara dai. Sampai akhirnya si fulan mentahdzir si fulan tanpa dibangun di atas dalil, tanpa satu alasan apapun, yang ada hanyalah hawa nafsu, meninggikan diri sendiri dan tidak mengambil akhlak-akhlak Nabi kita r dalam bermuamalah dengan yang lainnya dan untuk bersikap lemah lembut kepada orang yang semanhaj, terkhusus karena kita berbicara tentang satu manhaj dan tentang ikhwah yang berada di bawah satu bendera yaitu bendera manhaj salaf. Semuanya mereka berada di bawah bendera ini, semuanya berada di atas akidah yang sama. Kalau begitu kenapa kita menebarkan sebab-sebab perselsihan di antara kita, kenapa kita menanam pohon-pohon pertentangan di antara kita, sampai pertentangan ini meluas ke kalangan para penuntut ilmu kita, kemudian meluas sehingga terjadilah perpecahan di antara kaum muslimin, perpecahan di antara salafiyin, yang mana hal ini menyebabkan terbukanya pintu bagi para musuh untuk merusak manhaj salaf dari dalam, demikian pula hal ini akan menyebabkan terkaburnya (tasywisy) bentuk manhaj salaf sebenarnya dikarenakan mereka tidak mengamalkan sabda Nabi r, “Tidaklah kelemahlembutan ada pada sesuatu kecuali dia akan memperindah sesuatu itu, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu kecuali sesuatu itu akan menjadi jelek.” Maka hukum asal dalam bermuamalah dengan orang yang semanhaj adalah bersikap lemah lembut di antara sesama kita, saling merahmati di antara kita, saling menasehati di antara sesama kita. Setiap dari kita adalah cermin bagi saudaranya, yang menjelaskan kesalahannya dengan teguran dan nasehat, dengan kelemahlembutan dan ucapan yang baik, tidak menanam sebab-sebab perpecahan dan tidak menyebarkan semua perkara yang menyebabkan terjadinya perselisihan di antara salafiyin. Bahkan hendaknya kita di atas satu hati atau seperti satu tubuh agar dakwah ini bisa tersebar, dakwah kita bisa berbuah, dakwah ini menjadi luas sehingga manusia bisa masuk ke dalamnya serta manbhaj salaf bisa nampak sesuai dengan bentuknya yang sebenarnya lagi bersih di hadapan manusia, sehingga mereka mengetahui bahwa ini adalah kebenaran dan bahwa pengikut manhaj ini adalah pengikut manhaj yang benar. Karenanya Allah Azza wa jalla menyifati para sahabat dengan firman-Nya, “Saling merahmati di antara mereka,” yakni: Mereka saling merahmati di antara mereka.

[Nabi r menghindari semua sebab perpecahan]
Nabi r juga selalu menjauh dari semua permasalahan yang menyebabkan terkaburkannya agama Islam atau menyebabkan terjadinya perpecahan di antara kaum mukminin. Sampai-sampai tatkala Dzul Khuwaishirah mencela Nabi r, menuduh beliau tidak adil, berbuat zhalim seraya berkata, “Berbuat adillah kamu wahai Muhammad!” Maka Khalid bin Al-Walid dan Umar bin Al-Khaththab -radhiallahu anhuma- sudah berniat untuk membunuhnya, tapi Rasulullah r melarang mereka berdua, kenapa beliau melarangnya? Agar jangan sampai dikatakan bahwa Muhammad membunuh para sahabatnya sendiri. Beliau menjauhi dan menjauhkan sebab-sebab terkaburkannya agama Islam dan sebab-sebab terkaburkannya manhaj yang benar, manhaj salaf. Maka hendaknya ini menjadi sifat kita, hendaknya ini menjadi metode kita. Nabi kita r bersabda kepada Aisyah, “Seandainya kaummu tidak dekat dari masa kekafiran (yakni: baru masuk Islam, pen.) niscaya saya akan menghancurkan Ka’bah dan saya akan membangunnya di atas pondasi yang dibuat oleh Ibrahim -alaihissalam-.” Maka perhatikanlah hal ini, tidak ada yang mencegah beliau untuk melakukan perbuatan ini, kecuali agar jangan sampai manusia lari dan menjauh dari Islam, akan terjadi pengkaburan terhadap Islam dikarenakan perbuatan itu, di sisi sebagian orang-orang yang jahil. Karenanya hendaknya kita menjadi orang-orang yang saling merahmati di antara kita, yang tua menyayangi yang muda, yang muda menghormati yang tua, kita saling menghormati, saling menasehati di antara kita. Kita memuliakan para ulama kita, memuliakan para dai kita, menghormati saudara-saudara kita yang berada di markaz (pondok) lainnya. Jangan sampai markaz yang satu menjadi musuh bagi markaz yang lainnya -padahal seluruhnya adalah salafiyin-. Yang ini mentahdzir yang itu, yang itu mentahdzir yang ini, ini bukanlah metode para salaf as-saleh dan bukan termasuk sesuatu yang dijelaskan oleh Nabi kita r, bukan pula yang dijelaskan oleh para ulama kita, salaf as-saleh dari kalangan sahabat dan tabi’in, dan tidak pula dijelaskan oleh para ulama kita baik yang mutaqaddimin maupun yang muta`akhkhirin. Karenanya hendaknya kita saling bersikap lemah lembut dan menjadi satu hati. Kita mengajak kepada persatuan, mengajak kepada berpegang teguh kepada Al-Kitab dan As-Sunnah, mengajak untuk menjauhi semua sebab perpecahan dan perselisihan di antara kita.

[Ciri keempat]
Juga di antara ciri manhaj salafi, ciri ahlussunnah wal jamaah -dan ini adalah ciri yang agung-, yaitu mereka senantiasa mendahulukan sunnah Nabi r di atas semua ucapan manusia. Adapun ahli bid’ah, maka mereka meninggalkan sunnah Nabi r karena mengikuti ucapan manusia. Ahlussunnah mengetahui (baca: mengukur) ucapan manusia berdasarkan sunnah Nabi r, sedangkan ahli bid’ah mereka mengetahui (mengukur) sunnah berdasarkan pendapat-pendapat manusia. Mereka menjadikan pendapat-pendapat dan hasil dari akal-akal manusia sebagai mukaddimah (pendahuluan) yang dengannya mereka mengenal (baca: membenarkan) sunnah Nabi r, karenanya kalau sunnah sesuai dengan pendapat-pendapat itu maka mereka akan mengambilnya, tapi kalau sunnah bertentangan dengan akal-akal mereka dan pendapat guru-guru dan para ulama mereka maka mereka akan menolaknya dan tidak akan mengambilnya. Berbeda halnya dengan ahlussunnah wal jamaah, karena mereka mendahulukan sunnah Nabi r di atas ucapan siapa pun, bagaimana pun kedudukan orang tersebut. Bahkan mereka menjadikan sunnah Nabi r, Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka menjadikannya sebagai sesuatu yang benar dan kepadanyalah dikembalikan ketika terjadi perpecahan, ketika terjadi perselisihan. Ketika terjadi perselisihan dan pertentangan, maka mereka segera kembali kepada Kitab Allah dan kepada Sunnah Nabi r. Adapun ahli bid’ah, maka mereka kembalinya kepada pendapat-pendapat manusia, kepada akal-akal manusia, kepada guru-guru mereka dan para pembesar mereka, mereka tidak menerapkan kitab Allah dan tidak menerapkan sunnah Nabi r. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Jika datang kepada mereka suatu perkara yang berkenaan dengan keamanan atau ketakutan (kaum muslimin), maka mereka dengan segera menyebarkannya. Seandainya mereka mengembalikannya kepada Ar-Rasul dan kepada ulil amri di antara mereka, niscaya perkara itu akan diketahui oleh orang-orang yang mempunyai pemahaman terhadapnya di antara mereka. Seandainya bukan karena keutamaan dan rahmat Allah kepada kalian, niscaya kalian akan mengikuti setan kecuali sedikit di antara kalian.” Demikian pula Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Ar-Rasul setelah jelas baginya petunjuk,” dia berada di satu sisi sedangkan sabda Nabi r berada di sisi yang lainnya, keduanya saling berjauhan, dia meninggalkan sabda Rasulullah r. “Dan barangsiapa yang mendurhakai Ar-Rasul setelah jelas baginya petunjuk,” telah ditegakkan hujjah kepadanya dan jalan yang benar telah dijelaskan kepadanya dan jalan yang lurus telah diterangkan kepadanya, tapi kemudian dia mengikuti selain jalannya kaum mukminin, jalannya salaf as-saleh. Dan ini adalah dalil terbesar yang menunjukkan wajibnya mengikuti jalannya kaum mukminin dan wajibnya mengikuti jalan para salaf as-saleh. “Serta dia mengikuti jalan selain jalannya kaum mukminin, niscaya Kami akan membiarkan dia larut dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkan mereka ke dalam Jahannam, dan Jahannam adalah sejelek-jelek tempat kembali.” Maka yang wajib kita kembali kepadanya adalah Kitab Allah dan sunnah Nabi r berdasarkan pemahaman para salaf as-saleh. Hendaknya menjauhi pendapat-pendapat manusia dan pendapat-pendapat ahli ahwa yang bertentangan dengan kitab Allah, bertentangan dengan sunnah Nabi r, hendaknya dia tidak membeda-bedakan antara kitab Allah dan tidak membeda-bedakan antara sunnah Nabi r.

[Beberapa kaidah dari ucapan para ulama]
Ada seorang perempuan yang pernah datang kepada Ibnu Mas’ud ra lalu berkata, “Wahai Ibnu Mas’ud, sesungguhnya saya telah membaca Al-Qur`an seluruhnya akan tetapi saya tidak menemukan adanya pengharaman namsh (mencukur alis),” seakan-akan dia ingin berdalil dengannya bahwa namsh itu halal. Maka Ibnu Mas’ud menjawab dengan sebuah jawaban yang agung dan jawaban ini adalah kaidah dan salah salah satu ushul (landasan) besar ahlissunnah wal jamaah, “Kalau memang kamu telah membaca Al-Qur`an seluruhnya maka pasti kamu telah menemukannya, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman, “Dan apa yang As-Rasul datangkan kepada kalian maka ambillah dan apa yang dia larang kalian darinya maka berhentilah,” yakni: Semua yang yang Rasulullah r datangkan kepada kalian adalah sama seperti apa yang Allah -Azza wa Jalla- datangkan, karena Allah -Azza wa Jalla- lah yang mengutus beliau dan mewahyukan kepada beliau, mengutus beliau kepada jin dan manusia sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Maka wajib atas seseorang untuk tidak membeda-bedakan antara kitab Allah dengan sunnah Nabi r, wajib mendahulukan sunnah di atas pendapat-pendapat manusia, walaupun mereka menghias-hiasai dan memperindah pendapat mereka, dia tidak boleh didahulukan di atas sunnah Nabi r. Asy-Syafi’i -rahimahullah- berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah Nabi r maka dia tidak boleh meninggalkannya hanya karena mengikuti ucapan seseorang, siapapun orangnya.” Tidak boleh baginya meninggalkan sunnah Nabi r karena mengikuti ucapan seseorang, siapa pun orangnya, bagaimana pun tingginya kedudukan orang itu. Sebagaimana dikatakan kepada Ibnu Abbas -radhiallahu anhuma- tatkala beliau menyebutkan suatu permasalahan, lalu dibawakan kepada beliau pendapat Abu Bakar dan Umar, maka beliau berkata, “Hampir-hampir saja kalian akan dijatuhi bebatuan dari langit. Saya berkata kepada kalian, “Rasulullah r bersabda demikian,” akan tetapi kalian justru (menentang dengan) mengatakan, “Tetapi Abu Bakar dan Umar berkata demikian,” dan hal ini juga diriwayatkan dari Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-. Imam Ahmad -rahimahullah- berkata, “Saya heran dengan kaum yang mengetahui sanad dan keshahihannya lalui mereka mengambil pendapat Sufyan. Padahal Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Hendaknya orang-orang yang menentang perintah Nabi merasa takut, dia akan terkena fitnah atau dia akan terkena siksaan yang pedih.” Apakah kalian tahu apa itu fitnah, fitrnah di sini adalah kesyirikan. Mungkin saja tatkala dia menolak sebagian sabda beliau, maka akan muincul di dalam hatinya bentuk penyimpangan lalu dia binasa.” Maka orang yang menolak sunnah Nabi r dan menghukuminya dengan pendapat-pendapat manusia, ini adala jalan kebinasaan dan jalan penyimpangan -kita meminta keselamatan kepada Allah untuk saya dan untuk kalian-.

[Penutup]
Saudaraku sekalian, sesungguhnya ciri-ciri manhaj salaf sangatlah banyak dan berbilang, disebutkan dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi r bagi siapa yang mentadabburinya, membacanya dan memperhatikannya dan bagi siapa yang melihat sejarah salaf as-saleh dari kalangan sahabat dan tabi’in dan atba` tabi’in dan para ulama ummat ini dari kalangan terdahulu dan belakangan. Dia akan mendapati bahwa ciri manhaj salaf sangat jelas dan nampak. Maka wajib atas kita -wahai saudaraku di jalan Allah- untuk berpegang teguh dengan manhaj salafi yang agung ini yang Allah merupakan nikmat Allah -Azza wa Jalla- kepada kita. Perhatikanlah keadaan para penentang, perhatikanlah keadaan ahli bid’ah dan pandanglah mereka dengan pandangan kasihan, sebagaimana kamu melihat kepada mereka dengan pandangan syariat. Dan ketahuilah bahwa kamu berada di atas nikmat yang besar, yaitu sunnah Nabi r, yaitu berpegang teguh dengan manhaj salaf yang benar. Ini adalah nikmat yang tidak setara dengan nikmat manapun. Karenanya Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman, “Katakanlah dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya, dengannyalah hendaknya mereka bergembira. Itu jauh lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah- berkata bahwa penafsiran yang paling tepat untuk ayat ini adalah bahwa keutamaan Allah dan rahmat-Nya kepada kaum mukminin yang seharusnya mereka bergembira dengannya dan yang lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan adalah berpegang teguh dengan sunnah Nabi r. Maka seharusnya kita bergembira dengan nikmat yang besar ini, sebagaimana seharusnya kita berpegang teguh dengannya, serta menjauh dari semua perkara yang bisa menghilangkan nikmat ini atau menjauhkan kita darinya, hendaknya kita bersungguh-sungguh dalam berdoa, “Wahai Yang mengokohkan hati, kokohkanlah hati-hati kami di atas agama-Mu. Wahai Yang memalingkan hati, palingkanlah hati-hati kami kepada ketaatan kepada-Mu” Hendaknya kita memperbanyak berdoa, “Ya Allah yang menciptakan langit-langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Engkau berhukum di antara hamba-hambaMu pada apa yang mereka perselisihkan. Tunjukilah saya kepada kebenaran dengan izin-Mu pada apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Engkau memberikan petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.” Karenanya warid dalam syariat, anjuran agar kita membaca Al-Fatihah dalam setiap shalat, kita berkata, “Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus.” Semua ini dari kesempurnaan kegembiraan kita dengan nikmat ini, hendaknya kita bersungguh-sungguh dalam berpegang teguh kepadanya, dan mengerahkan semua sebab berpegang teguhnya kita dengan manhaj salafy yang agung ini, yang merupakan jalan Nabi r. Maka kita meminta kepada Allah sub agar mengokohkan kita di atas manhaj salafy yang benar sampai kita bertemu dengan-Nya dan mewafatkan kita di atasnya dan agar Dia mengokohkan kita di atas kalimat ‘Laa Ialaha Illallah’. Kita meminta kepada Allah sub agar mengumpulkan kita di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Wallahu a’lam.
Shalawat dan salam dari Allah kepada Nabi kita Muhammad dan jazakumullahu khairan atas perhatian kalian.

Sumber : http://al-atsariyyah.com/ciri-khas-mazhab-as-salaf.html

0 komentar:

Posting Komentar

Radio Online

Twitter Update



  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP